MAKALAH TENTANG KORUPSI
DI INDONESIA
OLEH :
SAMIDI
B0A012001
KELOMPOK 01
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2012
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Di dalam hiruk-pikuk masyarakat dunia
termasuk di Indonesia, dewasa i terjadi tindak criminal yang sudah membudaya
dan sangat kronik.
Suatu
tindakan dapat digolongkan korupsi, kalau tindakan itu merupakan penyalahgunaan
sumber daya public, yang tujuannya untuk memenuhi kepentingan pribadi atau
kelompok .
Hasil
survey (2004) Political and Economic Risk Consultancy Ltd. (PERC)
menyatakan bahwa korupsi di Indonesia menduduki skor 9,25 di atas India (8,90),
Vietnam (8,67), dan Thailand (7,33). Artinya, Indonesia masih menjadi Negara
terkorup di Asia. Apabila banyak upaya baik tingkat legislative, yudikatif,
maupun eksekutif untuk memberantas korupsi, maka timbul pertanyaan apakah
korupsi telah membudaya? Mampukah
Sistem Pendidikan Nasional dijadikan strategi pemberantasan korupsi di
Indonesia?
Merujuk pada permasalahan tersebut dan fenomena yang berkembang selama ini,
maka kajian ini dipikir penting untuk mendeskripsikan dan dijadikan salah satu
strategi pemberantasan korupsi di Indonesia. Korupsi tidak dapat
dirumuskan dengan satu kalimat saja yang mungkin ialah membuat gambaran yang
masuk akal mengenai gejala tersebut agar kita dapat memisahkanya dari gejala
lain yang bukan korupsi. Inti dari korupsi ialah penyalahgunaan kepercayaan untuk
kepentingan pribadi. Rumusan korupsi menurut brooks adalah “dengan sengaja
melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban,
atau tanpa hak menggunakan kekuasaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan yang
sedikit banyak untuk dirinya”.
Dalam buku yang diterbitkan oleh
Syed Hossein Atalas ciri-ciri korupsi diringkaskan sebagaiberikut: (a) Suatu
penghianatan terhadap kepercayaan, (b) penipuan terhadap badan pemerintahan,
lembaga swasta atau masyarakat umumnya, (c) dengan sengaja melalaikan
kepentingan umum untuk kepentingan pribadi, (d) dilakukan dengan rahasia,
kecuali dalam keadaan dimana orang-orang yang berkuasa atau bawahanya
menganggapnya tidak perlu, (e)
melibatkan lebih dari satu orang atau pihak, (f) adanya kewajiban dan
keuntungan bersama, dalambentuk uang atau yang lainya, (g) terpusatnya kegiatan
(korupsi) pda mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dann menguntungkan
bagi dirinya ataupun kelompoknya, (h) adanya usaha untuk menutupi perbuata
korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum, dan (i) menunjukan fungsi ganda
yang kontradiktitif pada mereka yang melakukan korupsi.
Terddapat perhatian yang patut
dicatat terhadap maasalh korupsi dari para pemikir muslimdi masa Islam. Salah
satu karya serupa yang relevan disebutkan disini. Mustafa Ibn Abdullah, yang
lebih dikenal sebagai Katib Chelebi (1609-1657 M) seorang cendekiawan asl
turki, menulis tentang korupsi dan mengacu dari sumber-sumber yang ada
sebelumnya. Ia mengikhtisarkan pandangan-pandangan penulis sebelumnya yang
mengelompokan penyuapan kedalamm tiga
jenis dalam rangka penilaian boleh
tidaknya dalam moral. Jenis-jenis ini adalah: a. Penyuapan yang baik dari pihak
pemberi ataupun penerimanya secara moral
bersalah; b. penyuapan boleh diberikan tetapi tidak boleh diterima. Ini
adalah korupsi difensif. Bila seorang penguasa yang kejam menginginkan hak
seseorang, tidak berdosalah memberikan kepada penguasa tersebut sebagan dari
harta itu untuk menyelamatkan harta selebihnya; c. Penyuapan pihak pemberinya
bermasalah sedang pihak penerimanya tidak bermasalah. Ini adalah korupsi
investif yang direncanakan oleh pemberi dengan tujuan korupsi.
Kiranya tidak perlu dikatakan bahwa
masih banyak segi-segi korupsi yang penting yang relevan dengan pendekatan kita
yang belum disentuh disini, karena ada alasan sederhana bahwa ada orang yang
dapat mengamati semua perubahan masalah atau memberikan seluruh hidup dan
tenaganya untuk menangani kesemuanya. Ada satu segi penting yang tidak
dibicarakan disini, yaitu hubungan antara korupsi dengan filsafat hidup atau
agama seseorang. Ini merupakan kajian tersendiri. Tujuan makalah ini ialah menyajikan
analisa dan latar belakang pemikirann yang mendalam tentang masalah itu yang
mungkin dapat dipakai sebagai bahan pembelajaran.
2. Rumusan Masalah
a.
Bagaimana mengatasi korupsi di lingkungan
Negara maupun masyarakat?
b.
Apa dampak korupsi di masyarakat?
c.
Apa penyebab korupsi?
3. Tujuan
Ø Salah satu upaya untuk menghilangkan budaya korupsi
Ø Menyadarkan masyarakat
Ø Mendidik generasi muda agar melakukan tindak pidana
korupsi sehingga dapat memajukan negara.
4. Manfaat
Ø Mewujudkan Indonesia bebas dari korupsi
Ø Menghimbau masyarakat untuk tidak korupsi
Ø Mengetahui sejarah bagai mana korupsi itu ada di indonesia
5. Ruang Lingkup
Asal mula berkembangnya korupsi barangkali dapat di temukan sumbernya pada
fenomena sistem pemerintahan monarki absolut tradisional yang berlandaskan pada
budaya feodal. Pada masa lalu, tanah-tanah di wilayah suatu negara atau
kerajaan adalah milik mutlak raja, yang kemudian di serahkan kepada para
pangeran dan bangsawan, yang di tugasi untuk memungut pajak, sewa dan upeti
dari rakyat yang menduduki tanah tersebut. Di samping membayar dalam bentuk
uang atau in natura, sering pula rakyat di haruskan membayar dengan hasil bumi
serta dengan tenaga kasar, yakni bekerja untuk memenuhi berbagai keperluan sang
raja atau penguasa. Elite penguasa yang merasa diri sebagai golongan penakluk,
secara otomatis juga merasa memiliki hak atas harta benda dan nyawa rakyat yang
di taklukan. Hak tersebut biasanya di terjemahkan dalam tuntutan yang berupa
upeti dan tenaga dari rakyat (Onghokham, 1995).
Seluruh
upeti yang masuk ke kantong para pembesar ini selain di pergunakan untuk
memenuhi kebutuhan pembesar itu sendiri, pada dasarnya juga berfungsi sebagai
pajak yang di pergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan negara. Hanya saja,
belum ada lembaga yang secara resmi ditunjuk sebagai pengumpul dana (revenue
gathering). Parahnya kedudukan dalam pemerintahan sebagai pembesar atau pejabat
ini dapat diperjualbelikan (venality of office), yang menyebabkan pembeli
jabatan tadi berusaha untuk mencari kompensasi atas uang yang telah
dikeluarkannya dengan memungut upeti sebesar-besarnya dari rakyat.
Pada
masa-masa sesudahnya, kondisi ini ternyata memperkuat sistem patron - client,
bapak - anak, atau kawula - gusti, dimana seorang pembesar sebagai patron harus
dapat memenuhi harapan rakyatnya, tentu saja dengan adanya jasa-jasa timbal
balik dari rakyat sebagai client-nya. Hubungan patron - client ini merupakan
salah satu sumber korupsi, sebab seorang pejabat untuk membuktikan
efektivitasnya harus selalu berbuat sesuatu tanpa menghiraukan apakah ini untuk
kepentingan umum, kelompok atau perorangan, yakni para anak buah yang
seringkali adalah saudaranya sendiri. Selain itu, sistem patron - client juga
menjadi faktor perusak koordinasi dan kerjasama antar para penguasa, dimana
timbul kecendrungan persaingan antara para penguasa/pejabat untuk
menganak-emaskan orangnya. Disinilah faksionalisme di kalangan elite menjadi
berkepanjangan.
Korupsi
yang sekarang merajalela di Indonesia, berakar pada masa tersebut ketika
kekuasaan pada birokrasi patrimonial (Weber) yang berkembang pada kerangka
kekuasaan feodal dan memungkinkan suburnya nepotisme. Dalam struktur yang
demikian, maka penyimpangan, penyuapan, korupsi dan pencurian akan dengan mudah
berkembang (Mochtar Lubis, 1995).
Dalam
perkembangan selanjutnya, dapat dilihat bahwa ruang lingkup korupsi tidak
terbatas pada hal-hal yang sifatnya penarikan pungutan dan nepotisme yang
parah, melainkan juga kepada hal-hal lain sepanjang perbuatan tersebut
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Menurut
perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah di jelaskan dalam 13
buah pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001. Berdasarkan
pasal-pasal tersebut, korupsi di rumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis
tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci
mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.
BAB II
ANALISA PERMASALAHAN
A.
Pengertian Korupsi
Korupsi tampaknya
telah menjadi budaya yang mendarah daging di negeri kita tercinta ini,
Indonesia. Sebagai negara yang menggunakan adat dan budaya ketimuran yang
sangat menjunjung tinggi nilai - nilai moralitas dan kejujuran, sangat miris
rasanya bila mengetahui bahwa negara ini menempati posisi 2 sebagai negara
terkorup di Asia pasifik menurut survei dari The
World Justice Project. Sebelum kita membahas apa dampak korupsi, sebaiknya
kita bahas dulu apa itu korupsi. Menurut KBBI, korupsi adalah penyelewengan
atau penyalahgunaan uang negara untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Sementara dari arti kebahasaan, korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptiodari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Menurut penulis sendiri, korupsi berarti
seseorang yang menyalahkan wewenangnya untuk kepentingan diri sendiri tetapi
merugikan institusinya dan orang banyak.
B.
Sejarah Korupsi di
Indonesia
Dalam konteks
perjalanan bangsa Indonesia, persoalan korupsi memang telah mengakar dan
membudaya. Bahkan dikalangan mayoritas pejabat publik, tak jarang yang
menganggap korupsi sebagi sesuatu yang “lumrah dan Wajar”. Ibarat candu,
korupsi telah menjadi barang bergengsi, yang jika tidak dilakukan, maka akan
membuat “stress” para penikmatnya. Korupsi berawal dari proses pembiasan,
akhirnya menjadi kebiasaan dan berujung kepada sesuatu yang sudah terbiasa
untuk dikerjakan oleh pejabat-pejabat Negara. Tak urung kemudian, banyak
masyarakat yang begitu pesimis dan putus asa terhadap upaya penegakan hukum
untuk menumpas koruptor di Negara kita. Jika dikatakan telah membudaya dalam
kehidupan, lantas darimana awal praktek korupsi ini muncul dan berkembang?.
Tulisan ini akan sedikit memberikan pemaparan mengenai asal-asul budaya korupsi
di Indonesia yang pada hakekatnya telah ada sejak dulu ketika daerah-daerah di
Nusantara masih mengenal system pemerintah feodal (Oligarkhi Absolut), atau
sederhanya dapat dikatakan, pemerintahan disaat daerah-daerah yang ada di
Nusantara masih terdiri dari kerajaan-kerajaan yang dipimpin oleh kaum
bangsawan (Raja, Sultan dll).
Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3 (tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini. Mari kita coba bedah satu-persatu pada setiap fase tersebut. Pertama, Fase Zaman Kerajaan. Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti kerajaan Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten dll, mengajarkan kepada kita bahwa konflik kekuasan yang disertai dengan motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut. Coba saja kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang antar saudara bahkan hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan, mulai dari Prabu Anusopati, Prabu Ranggawuni, hingga Prabu Mahesa Wongateleng dan seterusnya. Hal yang sama juga terjadi di Kerajaan Majapahit yang menyebabkan terjadinya beberapa kali konflik yang berujung kepada pemberontakan Kuti, Nambi, Suro dan lain-lain. Bahkan kita ketahui, kerajaan Majapahit hancur akibat perang saudara yang kita kenal dengan “Perang Paregreg” yang terjadi sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Lalu, kerajaan Demak yang memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang, ada juga Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut tahta dan kekuasaan dengan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso (Amien Rahayu SS, Jejak Sejarah Korupsi Indonesia-Analis Informasi LIPI). Hal menarik lainnya pada fase zaman kerajaan ini adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan “abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi embrio lahirnya kalangan opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar dalam tatanan pemerintahan kita dikmudian hari.
Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah colonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas, cerita-cerita film semisal Si Pitung, Jaka Sembung, Samson & Delila, dll, sangat cocok untuk menggambarkan situasi masyarakat Indonesia ketika itu. Para cukong-cukong suruhan penjajah Belanda (atau lebih akrab degan sebutan “Kompeni”) tersebut, dengan tanpa mengenal saudara serumpun sendiri, telah menghisap dan menindas bangsa sendiri hanya untuk memuaskan kepentingan si penjajah. Ibarat anjing piaraan, suruhan panjajah Belanda ini telah rela diperbudak oleh bangsa asing hanya untuk mencari perhatian dengan harapan mendapatkan posisi dan kedudukan yang layak dalam pemerintahan yang dibangun oleh para penjajah. Secara eksplisit, sesungguhnya budaya penjajah yang mempraktekkan hegemoni dan dominasi ini, menjadikankan orang Indonesia juga tak segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku dan praktek korupsi-nya. Tak ubahnya seperti drakula penghisap darah yang terkadang memangsa kaumnya sendiri demi bertahan hidup (Survival).
Ketiga, Fase Zaman Modern. Fase perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini. Sekali lagi, pola kepemimpinan yang cenderung otoriter, anti-demokrasi dan anti-kritik, membuat jalan bagi terjadi praktek korupsi dimana-mana semakin terbuka. Indonesia tak ayal pernah menduduki peringkat 5 (besar) Negara yang pejabatnya paling korup, bahkan hingga saat ini.
Korupsi ; Kekerasan Struktural Terhadap Rakyat
Secara hakiki, korupsi merupakan bentuk kekerasan struktural yang dilakukan oleh Negara dan pejabat pemerintahan terhadap masyarakat. Betapa tidak, korupsi yang kian subur akan semakin membuat beban devisit anggaran Negara semakin bertambah. Hal ini kemudian akan mengakibatkan sistem ekonomi menjadi “colaps” dan berujung kepada semakin tingginya inflasi yang membuat harga-harga kebutuhan masyarakt kian melambung tinggi. Eknomi biaya tinggi ini berakibat terjadinya ketidakseimbangan antara daya beli masyarakat dengan tingkat harga komoditas terutama komoditas bahan pokok. Masyarakat cenderung dipaksa untuk menerima keadaan ini, meski ambruknya sistem ekonomi kita ini, adalah akibat dari ulah para pejabat yang mengkorupsi uang Negara demi kepentingan pribadi, kelompok dan golongan masing-masing. Intinya, masyarakat dipakda untuk menanggung beban yang tidak dilakukannya. Kita tentu masih ingat dengan “krisis moneter” yang terjadi antara tahun 1997/1998 lalu!!!. Penyebab utama dari terjadinya krisis yang melanda Indonesia ketika itu adalah beban keuangan Negara yang semakin menipis akibat ulah pemerintahan Orde Baru Soeharto yang sangat korup.
Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3 (tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini. Mari kita coba bedah satu-persatu pada setiap fase tersebut. Pertama, Fase Zaman Kerajaan. Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman kerajaan-kerajaan kuno, seperti kerajaan Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten dll, mengajarkan kepada kita bahwa konflik kekuasan yang disertai dengan motif untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena wanita), telah menjadi faktor utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut. Coba saja kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang antar saudara bahkan hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan, mulai dari Prabu Anusopati, Prabu Ranggawuni, hingga Prabu Mahesa Wongateleng dan seterusnya. Hal yang sama juga terjadi di Kerajaan Majapahit yang menyebabkan terjadinya beberapa kali konflik yang berujung kepada pemberontakan Kuti, Nambi, Suro dan lain-lain. Bahkan kita ketahui, kerajaan Majapahit hancur akibat perang saudara yang kita kenal dengan “Perang Paregreg” yang terjadi sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Lalu, kerajaan Demak yang memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang, ada juga Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut tahta dan kekuasaan dengan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso (Amien Rahayu SS, Jejak Sejarah Korupsi Indonesia-Analis Informasi LIPI). Hal menarik lainnya pada fase zaman kerajaan ini adalah, mulai terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan “abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi embrio lahirnya kalangan opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu besar dalam tatanan pemerintahan kita dikmudian hari.
Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah colonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Sepintas, cerita-cerita film semisal Si Pitung, Jaka Sembung, Samson & Delila, dll, sangat cocok untuk menggambarkan situasi masyarakat Indonesia ketika itu. Para cukong-cukong suruhan penjajah Belanda (atau lebih akrab degan sebutan “Kompeni”) tersebut, dengan tanpa mengenal saudara serumpun sendiri, telah menghisap dan menindas bangsa sendiri hanya untuk memuaskan kepentingan si penjajah. Ibarat anjing piaraan, suruhan panjajah Belanda ini telah rela diperbudak oleh bangsa asing hanya untuk mencari perhatian dengan harapan mendapatkan posisi dan kedudukan yang layak dalam pemerintahan yang dibangun oleh para penjajah. Secara eksplisit, sesungguhnya budaya penjajah yang mempraktekkan hegemoni dan dominasi ini, menjadikankan orang Indonesia juga tak segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku dan praktek korupsi-nya. Tak ubahnya seperti drakula penghisap darah yang terkadang memangsa kaumnya sendiri demi bertahan hidup (Survival).
Ketiga, Fase Zaman Modern. Fase perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini. Sekali lagi, pola kepemimpinan yang cenderung otoriter, anti-demokrasi dan anti-kritik, membuat jalan bagi terjadi praktek korupsi dimana-mana semakin terbuka. Indonesia tak ayal pernah menduduki peringkat 5 (besar) Negara yang pejabatnya paling korup, bahkan hingga saat ini.
Korupsi ; Kekerasan Struktural Terhadap Rakyat
Secara hakiki, korupsi merupakan bentuk kekerasan struktural yang dilakukan oleh Negara dan pejabat pemerintahan terhadap masyarakat. Betapa tidak, korupsi yang kian subur akan semakin membuat beban devisit anggaran Negara semakin bertambah. Hal ini kemudian akan mengakibatkan sistem ekonomi menjadi “colaps” dan berujung kepada semakin tingginya inflasi yang membuat harga-harga kebutuhan masyarakt kian melambung tinggi. Eknomi biaya tinggi ini berakibat terjadinya ketidakseimbangan antara daya beli masyarakat dengan tingkat harga komoditas terutama komoditas bahan pokok. Masyarakat cenderung dipaksa untuk menerima keadaan ini, meski ambruknya sistem ekonomi kita ini, adalah akibat dari ulah para pejabat yang mengkorupsi uang Negara demi kepentingan pribadi, kelompok dan golongan masing-masing. Intinya, masyarakat dipakda untuk menanggung beban yang tidak dilakukannya. Kita tentu masih ingat dengan “krisis moneter” yang terjadi antara tahun 1997/1998 lalu!!!. Penyebab utama dari terjadinya krisis yang melanda Indonesia ketika itu adalah beban keuangan Negara yang semakin menipis akibat ulah pemerintahan Orde Baru Soeharto yang sangat korup.
Mengapa korupsi
dapat tumbuh subur di Indonesia? Ada banyak penyebabnya. Salah satunya ialah
kesejahteraan masyarakat yang kurang, hal ini disebabkan oleh gaji dan
pendapatan yang rendah dan mental orang Indonesia yang ingin cepat kaya tanpa
mau berusaha dan bekerja keras. Budaya di Indonesia sendiri yang masih money orientedmenyebabkan
banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan uang tanpa memikirkan halal
haramnya. Ditambah lagi sistem birokrasi Indonesia yang merupakan warisan
budaya kolonial Belanda yang rumit membuka celah-celah bagi orang-orang yang
ingin melaksanakan praktik korupsi. Apalagi kini nilai - nilai agama yang
semakin luntur membuat banyak orang mudah tergiur dengan praktik korupsi.
Dari segi
ekonomi sendiri, korupsi akan berdampak banyak perekonomian negara kita. Yang
paling utama pembangunan terhadap sektor - sektor publik menjadi tersendat.
Dana APBN maupun APBD dari pemerintah yang hampir semua dialokasikan untuk
kepentingan rakyat seperti fasilitas-fasilitas publik hampir tidak terlihat
realisasinya, kalaupun ada realisasinya tentunya tidak sebanding dengan biaya
anggaran yang diajukan. Walaupun belum banyak buktinya, jelas ini merupakan
indikasi terhadap korupsi. Tidak jelasnya pembangunan fasilitas - fasilitas
publik ini nantinya akan memberi efek domino yang berdampak sistemik bagi
publik, yang dalam ini adalah masyarakat. Contoh kecilnya saja, jalan - jalan
yang rusak dan tidak pernah diperbaiki akan mengakibatkan susahnya masyarakat
dalam melaksanakan mobilitas mereka termasuk juga dalam melakukan kegiatan
ekonomi mereka. Jadi akibat dari korupsi ini tidak hanya mengganggu
perekonomian dalam skala makro saja, tetapi juga mengganggu secara mikro dengan
terhambatnya suplai barang dan jasa sebagai salah satu contohnya.
Karena terhambatnya
segala macam pembangunan dalam sektor-sektor publik, Kebijakan- kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah tidak akan optimal lagi. Segala macam
kebijakan-kebijakan yang pro rakyat dibuat pemerintah akan menjadi sia - sia
hanya karena masalah korupsi. Hal ini akan menambah tingkat kemiskinan,
pengangguran dan juga kesenjangan sosial karena dana pemerintah yang harusnya
untuk rakyat justru masuk ke kantong para pejabat dan orang - orang yang tidak
bertanggung jawab lainnya. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak optimal
ini akan menurunkan kualitas pelayanan pemerintah di berbagai bidang.
Menurunnya kualitas pelayanan pemerintah akan mengurangi kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah. Kepercayaan masyarakat yang semakin berkurang dapat membuat
masyarakat menjadi marah. Kita bisa lihat contoh di Tunisia, Mesir dan Libya di
mana kemarahan masyarakat dapat menggulingkan pemerintah, mereka melakukan hal
- hal tersebut utamanya karena masalah ekonomi. Pada tahun 1998 pun kerusuhan
yang ada di dipicu oleh masalah ekonomi, yakni krisis moneter yang jika dikaji
penyebabnya ialah karena masalah korupsi. Bukan hal tersebut akan terulang jika
korupsi masih merajalela dan pemerintah tidak menanggapi masalah ini dengan
serius.
Dari segi
investor sendiri, dengan adanya korupsi di dalam tubuh pemerintah membuat
produsen harus mengeluarkan cost tambahan untuk menyelesaikan masalah
birokrasi. Bertambahnya cost ini tentunya akan merugikan mereka.
Sementara bagi para investor asing, mereka akan tidak tertarik untuk
berinvestasi di Indonesia karena masalah birokrasi yang menjadi ladang korupsi
ini dan beralih untuk berinvestasi di negara lain. Hal ini akan merugikan
negara karena dengan adanya investasi asing negara kita akan mendapatkan
penghasilan yang besar melalui pajak, begitu juga dengan masyarakat, mereka
akan mendapatkan lapangan kerja dan penghasilan. Akan tetapi gara - gara
korupsi, semuanya menghilang begitu saja. Masalah tingginya tingkat
pengangguran dan rendahnya tingkat kesejahteraan pun menjadi tak teratasi. Dari
UKM sendiri yang merupakan tonggak perekonomian Indonesia, adanya korupsi
membuat mereka menjadi tidak berkembang. Pemerintah menjadi tidak peduli
terhadap mereka lagi karena dalam sektor UKM sendiri tidak banyak
“menguntungkan” bagi pemerintah. Padahal, lagi - lagi UKM sendiri merupakan
usaha yang sifatnya massal dan banyak menyedot lapangan kerja. Tidak
berkembangnya UKM ini juga akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan
rendahnya tingkat kesejahteraan. Apalagi dengan adanya China ASEAN Free Trade Agreement tentunya akan semakin menyulitkan bagi
sektor UKM untuk berkembang.
Kalau dari
pemerintah yang merupakan tempatnya koruptor, mereka pasti akan memindahkan
uang-uang hasil korupsi yang mereka dapatkan ke rekening di bank - bank negara
asing. Padahal uang tersebut seharusnya merupakan uang negara yang akan
diinvestasikan di negara ini dan mereka malah membawa uang tersebut ke luar
negeri. Hal ini akan membuat pembangunan ekonomi menjadi tersendat tentunya.
Dengan korupsi juga, pemerintah tidak akan lagi pro kepada masyarakat. Mereka
akan pro kepada para pengusaha kotor yang memberi suap. Kebijakan - kebijakan
yang mereka lakukan akan menguntungkan para pengusaha licik ini. Bahkan mungkin
saja mereka akan tega menjual sektor-sektor vital negara, juga membuat
kebijakan - kebijakan yang tidak pro rakyat hanya untuk kepentingan pribadi.
Masalah
korupsi ini sebenarnya bisa untuk diberantas, asalkan pemerintah mau dan
benar-benar berkomitmen untuk memberantas masalah korupsi. Akan tetapi
pemerintah terlihat setengah-setengah untuk memberantas masalah korupsi.
Bahkan, Presiden SBY pun hanya bisa mengecam tindakan orang yang merampok uang
negara sebesar Rp 103 T. Tidak ada yang bisa pemerintah lakukan terhadap hal
tersebut. Kita bisa melihat bahwa tidak ada Undang - Undang yang memberatkan
para koruptor. Penegakan hukum terhadap para koruptor juga sengat lemah. Sampai
saat ini tidak ada satu pun koruptor yang menerima hukuman berat. Sebagian
besar koruptor hanya mendapatkan hukuman penjara yang tidak sebanding dengan
apa yang telah mereka curi. Di dalam penjara pun mereka juga mendapatkan
fasilitas yang berbeda dengan tahanan lain, fasilitas yang lebih mewah.
Pemerintah juga terlihat tidak serius mendukung KPK, bahkan beberapa waktu yang
lalu ketua DPR kita memberi usul untuk membubarkan KPK. Padahal KPK merupakan
salah satu komisi yang efektif untuk memberantas korupsi. Seperti kita tahu,
usulan pembentukan KPK di daerah serta pembangungan penjara khusus koruptor
ditolak oleh pemerintah, seharusnya hal itu tak perlu terjadi. Sudah seharusnya
pemerintah berkomitmen penuh untuk memberantas korupsi. Sudah seharusnya DPR
mendukung penuh dengan membuat Undang - Undang dan kebijakan - kebijakan yang
memudahkan KPK. Selain itu, penegakan hukum terhdapat koruptor juga harus
diperbaiki. Pemerintah juga perlu untuk mengubah Undang - Undang yang harus
memberatkan para koruptor. Pemerintah juga harus transparan dalam melakukan
segala sesuatu. Pemerintah juga harus mendukung penuh KPK dalam melaksanakan
tugasnya. Kita juga tahu yang namanya prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang meliputi transparansi,
akuntabilitas, pertanggung jawaban, independen, dan adil. Sudah sewajarnya
prinsip -prinsip tersebut dilaksanakan pemerintah. Setiap orang dari
pemerintahan sendiri maupun dari luar pemerintahan juga harus berlaku jujur.
Seperti yang dikatakan oleh mantan wakil presiden kita, Jusuf Kalla “Korupsi
bisa menjamur jika atasannya sendiri yang mencontohkan”. Jadi hal paling utama
yang harus dilakukan untuk memberantas korupsi ialah mengubah perilaku kita
sendiri, yakni membiasakan untuk jujur dalam melaksanakan segala sesuatu.
Karena jika semua berlaku seperti itu maka negara kita akan bebas dari korupsi.
C.
faktor penyebab
terjadinya tindakan korupsi
v . Faktor Individu :
·
Kemiskinan pelakunya.
·
Kelihaian pelakunya.
·
Penggunaan teknologi
canggih yang mempermudah korupsi.
v . Faktor Kelompok :
·
Lemahnya pengawasan dari
atasan.
·
Atasan tidak mampu
melaksanakan fungsinya.
·
Atasan kurang berani
bertindak tegas pada bawahan korupsi.
·
Ketiadaan/kelemahan
kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci.
·
Kohesivitas kelompok
yang tinggi.
·
Persaingan yang ketat.
v . Faktor Pekerjaan dan Organisasi :
·
Gaji/penghasilan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan dasar.
·
Sistem alih tugas
jabatan tidak diterapkan secara konsisten.
·
Tidak adanya
hukuman/sanksi yang keras.
·
Adanya kesempatan.
v . Faktor Luar Organisasi
(Lingkungan) :
·
Lemah/kurangnya
pendidikan, pengajaran agama dan etika.
·
Feodalisme, unsur tidak
menggugah kesetiaan & kepatuhan.
·
Langkanya lingkungan
yang subur bagi perilaku anti korupsi.
·
Terjadinya perubahan
radikal dalam struktur masyarakat.
·
Budaya patrimonial.
D.
Dampak Korupsi di Indonesia
Salah
satu faktor penyebab terbesar mengapa Indonesia tidak dapat menjadi negara maju
adalah karena korupsi. Budaya korupsi di Indonesia sudah ada sejak zaman nenek
moyang dengan gaya dan model yang berbeda-beda. Pada lingkungan para pajabat
negara, korupsi sudah menjadi hal yang sangat lumrah dan sudah menjadi rahasia
umum.
Dampak korupsi itu sangatlah besar dan sangat merugikan banyak orang. Dampak dari korupsi langsung dirasakan oleh pembangunan bangsa. Dampak korupsi di dunia
politik akan mempersulit berkembangnya demokrasi dan terselenggaranya tata
pemerintahan yang baik dan bersih. Dampak korupsi pada sektor hukum akan
menghambat ketertiban dan penegakan hukum. Akibat korupsi, pembangunan ekonomi
negara jadi semakin sulit dan berantakan. Korupsi juga membuat kesenjangan
sosial ekonomi antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Selain itu masih
banyak lagi dampak
korupsi bagi negara yang sangat merugikan.
Pada sebuah kesempatan, para pakar ekonomi
dunia berpendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan bangsa Asia tidak
dapat maju adalah karena budaya korupsi yang sudah mendarah daging di kalangan
pejabat dan petinggi negara. Hal ini mengakibatkan para investor yang telah
menanam sahamnya di negara korup tersebut beramai-ramai pergi dan mencabut
semua investasinya. Menurut survei, ada 13 negara yang terkorup yaitu
Azerbaijan, Bangladesh, Bolivia, Kamerun, Indonesia,
Irak, Kenya, Nigeria, Pakistan, Rusia, Tanzania, Uganda dan Ukraina.
Dampak
negatif korupsi juga tidak berhenti sampai disini. Anak keturunan bangsa
Indonesia adalah calon korban berikutnya yang harus siap menerima keadaan yang
suram akibat ulah orang tuanya yang gemar korupsi.
Jika
uang rakyat tidak di korupsi, banyak sekolah yang rusak di pelosok desa
diperbaiki dan di gratiskan. Hal ini akan menekan habis jumlah anak-anak yang
putus sekolah karena masalah biaya. Negara mampu membuat rumah sakit gratis dan
pelayanan kesehatan lebih merata untuk rakyat yang tidak mampu. Negara mampu
membangun perumahan untuk rakyat agar rakyatnya dapat hidup layak. Negara dapat
memfasilitasi para penemu dan ilmuwan muda yang pintar dan berbakat untuk
dikembangkan kemampuannya.
Negara
dapat memberikan modal usaha kecil dan menengah dengan suku bunga 0% agar
perekonomian negara cepat berkembang dan menurunkan jumlah pengangguran. Negara
dapat membangun sarana untuk menanggulangi krisis energi di masa depan dengan
mengembangkan pembangkit tenaga air dan tenaga surya. Negara dapat melunasi
hutang luar negeri. Negara dapat membangun sarana internet gratis / murah bagi
golongan pelajar dan mahasiswa. Negara dapat memperbaiki sarana dan fasilitas
umum yang ada di kota maupun di desa. Negara dapat menjamin kehidupan yang lebih
layak bagi petani dan nelayan. Begitu banyak yang negara Indonesia dapat
lakukan jika tidak ada orang jahat yang korupsi. Setelah diuraikan, ternyata dampak korupsi bagi bangsa
Indonesia sangatlah besar dan merugikan.
E. Hukuman bagi para koruptor
Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana
Korupsi
Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau
perekonomian Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang
nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan tertentu. (wiyono, 2008)
Pidana Penjara
1.
Pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perkonomian Negara.
(Pasal 2 ayat 1)
2.
Pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak satu Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal
3)
3.
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit
Rp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja
mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka
atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
4.
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga)
tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud
dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
BAB III
RINGKASAN
korupsi
berasal dari bahasa latin yaitu corruptiodari
kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.
Sebagian besar tindakan
yang dianggap korup oleh mereka yang melaksanakan norma dalam sistem politik,
pada dasarnya adalah transaksi pertukaran.
Ciri
korupsi : (a)
Suatu penghianatan terhadap kepercayaan, (b) penipuan terhadap badan
pemerintahan, lembaga swasta atau masyarakat umumnya, (c) dengan sengaja
melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan pribadi, (d) dilakukan dengan
rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang-orang yang berkuasa atau bawahanya
menganggapnya tidak perlu, (e)
melibatkan lebih dari satu orang atau pihak, (f) adanya kewajiban dan
keuntungan bersama, dalambentuk uang atau yang lainya, (g) terpusatnya kegiatan
(korupsi) pda mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dann menguntungkan
bagi dirinya ataupun kelompoknya, (h) adanya usaha untuk menutupi perbuata
korup dalam bentuk-bentuk pengesahan hukum, dan (i) menunjukan fungsi ganda
yang kontradiktitif pada mereka yang melakukan korupsi.
Faktor korupsi
-Faktor
individu -faktor
pekerjaan/organisasi
-Faktor kelompok -faktor luar organisasi
Dampak
korupsi
Dampak dari korupsi
langsung dirasakan oleh pembangunan bangsa. Dampak korupsi di dunia politik
akan mempersulit berkembangnya demokrasi dan terselenggaranya tata pemerintahan
yang baik dan bersih. Dampak korupsi pada sektor hukum akan menghambat
ketertiban dan penegakan hukum. Akibat korupsi, pembangunan ekonomi negara jadi
semakin sulit dan
berantakan. Korupsi juga membuat kesenjangan sosial ekonomi antara si kaya dan
si miskin semakin lebar.
DAFTAR PUSTAKA
·
http://www.kaskus.co.id/showthread.php?s=8f98c497885c3f11ba90ad2af44e70d9&p=703913050#post703913050
·
Alatas, korupsi, Jakarta: media pratama,
1987.
·
Wiyono, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta:
Sinar Grafika, 2008.
Buat pengguna android, nih ada app buat nyari DOLLAR online secara mudah tanpa modal dan legal modal HP aja , lumayan bisa ditukerin sama STEAM gift card, gem coc , Google Play gift card, paypal, facebook giftcard, Xbox,PlaystationStore, Amazon dan ItunesGiftCard
BalasHapus1. Download aplikasi Whaff Rewards di playstore
2. Setelah ke intsall buka appnya
3. Seteah di buka klik tombol login, login ajaa pake akun facebook kalian
4. Abis itu ada kotak invitation code
5. Masukan kode AW47917
6. Setelah masukan kode diatas kalian bakal Dapet $0.3, lumayan kaan, kalian tinggal ngumpulin deh sampe 10$
7. Cara ngumpulinnya gampang, tinggal invite orang lain atau download aplikasi yang ada di app tersebut
8. Setiap download aplikasi kalian akan mendapat hadiah sebagai reward, hadiahnya bisa $0.17, $0.22 sampe $0.66
9. Setiap hari kalian pun akan mendapat reward bila setelah di download aplikasi tersebut tidak di uninstall lagi lumayan kaan setiap hari Uang kalian bertambah hehehe
10. Setelah terkumpul $10 baru deh kalian bisa tukerin ke voucher google play,
11. Terus kalian juga bisa tukerin sama Google Play gift card, steam gift card , paypal, facebook giftcard, Xbox,PlaystationStore, Amazon dan ItunesGiftCard
Jangan lupa share trik ini ya :)
Wa 083873947373
BalasHapusWa 083873947373
BalasHapus